Warna tahu ini kuning dengan tekstur yang lembut. Tak hanya enak di jadikan pelengkap sayur, tapi juga langsung disantap langsung setelah di goreng. Hmm..Nyummy!
Kalau jalan-jalan ke kota Kediri, tak lengkap rasanya tanpa mencicipi tahu ini. Tahu takwa nanmanya, menjadi salah satu oleh-oleh wajib bagi Anda yang sedang bertandang ke kota ini. Tahu takwa atau tahu kuning Kediri memiliki tekstur yang kenyal dan lembut kalau di makan. Bentuknya kotak segi empat dan agak pipih.
Rasanya gurih dan tidak ada rasa asam sama sekali. Kalau di goreng, bagian luar kering renyah namun tetap lembut di bagian dalamnya. Karen rasanya kenyal gurih tahu ini biasanya dipotong kecil ditumis dengan tauge dan kucai. Atau dipakai untuk campuran bakmoy ayam. Industri tahu takwa yang pertama di kota Kediri adalah tok Bah Kacung. Toko ini menyediakan tahu takwa yang selalu baru dan siap di pasarkan hingga keluar kota Kediri.
Warna kuning pada tahu menggunakan pewarna alami yang berasal dari kunyit. Pada saat tahu putih sudah di bentuk barulah direbus dalam larutan kunyit dan garam. Sehingga tanpa di goreng pun tahu takwa sudah bisa dimakan, karena proses perebusannya membuat tahu ini matang. Kalau Anda sedang berada di kota Kediri, pastikan tahutakwa menjadi oleh-oleh untuk keluarga di rumah.
Seni Jaranan itu mulai muncul sejak abad ke 10 Hijriah. Tepatnya pada tahun 1041. atau bersamaan dengan kerajaan Kahuripan dibagi menjadi 2 yaitu yaitu bagian timur Kerajaan Jenggala dengan ibukota Kahuripan dan sebelah Barat Kerajaan Panjalu atau Kediri dengan Ibukota Dhahapura.
Sejarah jaranan
Raja Airlangga memiliki seorang putri yang bernama Dewi Sangga
Langit. Dia adalah orang kediri yang sangat cantik.Pada waktu banyak sekali yang melamar, maka dia mengadakan sayembara. Pelamar-pelamar Dewi Songgo Langit semuanya sakti. Mereka sama-sama memiliki kekuatan yang tinggi. Dewi Songgo Langit sebenarnya tidak mau menikah dan dia Ingin menjadi petapa saja. Prabu Airlangga memaksa Dewi Songgo Langit Untuk menikah. Akhirnya dia mau menikah dengan satu permintaan. Barang siapa yang bisa membuat kesenian yang belum ada di Pulau Jawa dia mau menjadi suaminya.
Ada beberapa orang yang ingin melamar Dewi Songgo Langit. Diantaranya adalah Klono Sewandono dari Wengker, Toh Bagus Utusan Singo Barong Dari Blitar, kalawraha seorang adipati dari pesisir kidul, dan 4 prajurit yang berasal dari Blitar. Para pelamar bersama-sama mengikuti sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit. Mereka berangkat dari tempatnya masing-masing ke Kediri untuk melamar Dewi Songgo Langit.
Dari beberapa pelamar itu mereka bertemu dijalan dan bertengkar dahulu sebelum mengikuti sayembara di kediri. Dalam peperangan itu dimenangkan oleh Klana Sewandono atau Pujangganom. Dalam peperangan itu Pujangganom menang dan Singo Ludoyo kalah. Pada saat kekalahan Singo Ludoyo itu rupanya singo Ludoyo memiliki janji dengan Pujangganom. Singa Ludoyo meminta jangan dibunuh. Pujangganom rupanya menyepakati kesepakatan itu. Akan tetapi Pujangganom memiliki syarat yaitu Singo Barong harus mengiring temantenya dengan Dewi Sangga Langit ke Wengker.
Iring-iringan temanten itu harus diiringi oleh jaran-jaran dengan melewati bawah tanah dengan diiringi oleh alat musik yang berasal dari bambu dan besi. Pada zaman sekarang besi ini menjadi kenong. Dan bambu itu menjadi terompet dan jaranan.
Dalam perjalanan mengiringi temantenya Dewi Songgo Langit dengan Pujangganom itu, Singo Ludoyo beranggapan bahwa dirinya sudah sampai ke Wengker, tetapi ternyata dia masih sampai di Gunung Liman. Dia marah-marah pada waktu itu sehingga dia mengobrak-abrik Gunung Liman itu dan sekarang tempat itu menjadi Simoroto. Akhirnya sebelum dia sampai ke tanah Wengker dia kembali lagi ke Kediri. Dia keluar digua Selomangklung. Sekarang nama tempat itu adalah selomangkleng.
Karena Dewi Sonmggo Langit sudah diboyong ke Wengker oleh Puijangganom dan tidak mau menjadi raja di Kediri, maka kekuasaan Kahuripan diberikan kepada kedua adiknya yang bernama Lembu Amiluhut dan Lembu Amijaya. Setelah Sangga Langit diboyong oleh Pujangganom ke daerah Wengker Bantar Angin, Dewi Sangga Langit mengubah nama tempat itu menjadi Ponorogo Jaranan muncul di kediri itu hanya untuk menggambarkan boyongnya dewi Songgo langit dari kediri menuju Wengker Bantar Angin. Pada saat boyongan ke Wengker, Dewi Sangga Langit dan Klana Sewandana dikarak oleh Singo Barong. Pengarakan itu dilakukan dengan menerobos dari dalam tanah sambil berjoget. Alat musik yang dimainkan adalah berasal dari bambu dan besi. Pada zaman sekarang besi ini menjadi kenong.
Untuk mengenang sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit dan Pernikahanya dengan Klana Sewandono atau Pujangga Anom inilah masyarakat kediri membuat kesenian jaranan. Sedangkan di Ponorogo Muncul Reog. Dua kesenian ini sebenarnya memiliki akar historis yang hampir sama. Seni jaranan ini diturunkan secara turun temurun hingga sekarang ini.
Setiap daerah biasanya mempunyai logat bahasa yang khas. Hanya dari tutur bahasa saja Kita bisa menebak sesorang berasal dari daerah mana. Seperti logat Ngapak yang menandakan dari daerah Tegal, Banyumas, Purwokerto dan sekitarnya.
Logat Kedirian
Begitu juga Kediri, ada beberapa logat/kata-kata khas kediri antara lain “Peh” – e seperti huruf e pada kata Teh. Walaupun “Peh” bukan monopoli Kediri, karena di daerah karisidenan kediri seperti Nganjuk, Tulungagung terkadang juga dijumpai logat ini.
Contoh penggunaan “peh” : Peh, Dani ngguuuaya saiki, wis sugih ga gelem aruh-aruh.
Logat khas kediri yang kedua adalah “Nda”, kata ini sering digunakan sebagai sapaan aja.
Misalkan: Piye Kabare Ndaa?
atau digabungkan dengan“peh”=> Peh, Gunung kelud apik tenan Nda..
sering juga keduanya digabungkan dengan logat jawa timuran:
Peh, Gunung kelud uuuapik nda..
Dulu ketika kuliah di Malang mahasiswa asal kediri sering disindir dengan sebutan “Peh”
Sama-sama Jawa beda Logat Inilah Indonesia raya, walaupun sama-sama jawa memakai bahasa Jawa, logat masih berbeda.
Logat Jawa timur:
Logat relatif kasar terutama Surabaya dan Malang yang mempunyai logat hampir sama. bahasa jawa yg digunakan kebanyakan Ngoko. Yang khas dari logat jawa timuran adalah untuk beberapa kata sifat dipanjangkan untuk menunjukkan lebih ata super. Misal ketika melihat bakso yg besar orang jatim bilang “baksone guuuedhi”,
“omahe Uuuadoh”..
Logat Jawa Tengah & Yogyakarta:
Bahasa jawa yang diguanakan lebih halus, sudah memakai bahasa jawa kromo. Kalau orang jawa timur ke jogja, pasti kedengaran kasar. Lain dengan Jatim, orang jawa tengah dan jogja untuk menunjukkan sesuatu yang lebih dari biasanya ditambahi “banget” misal: “gedhi banget”, “adoh banget”.
Pernah ketika ke Jogja naik Bus mini dan disamping saya seorang pemuda bertato, basa-basi saya tanya “Muduk ndi Mas?” Dia jawab “Mandap Condong catur”. Jawabannya halus, saya jadi malu Kebiasaan di Jawa timur dipakai di jogja.
Bahasa/logat unik daerah lain
Selain logat bahasa ada juga struktur bahasa lain yang unik misalkan boso walikan / Bahasa Kebalikan khas malang. Misal Saya = Ayas, Bakso jadi Oskab, Mobil = Libom dsbnya. Konon bahasa walikan ini muncul pada waktu jaman perang penjajahan. Fungsinya untuk mempersulit lawan untuk membaca pesan atau memahami percakapan mereka. Kalo memakai enkripsi kayak tentara jerman dan rusia pada waktu perang dunia II ya sulit .
Di Jogja/Yogyakarta ada juga bahasa substitusi, memakai susunan huruf jawa yang di balik susunannya. Misal: Dagadu = Matamu, dab = mas (sapaan)
lebih jelas silahkan baca bahasa walikan jogja dari sultan cahandong
sama seperti bahasa walikan malang, bahasa prokem jogja ini juga untuk berkomunikasi dengan kawan tanpa diketahui oleh musuh (Belanda).
Mungkin ada logat kediri yang lain tapi umum digunakan misal Cah untuk menyebut seseorang. Di Surabaya dan Malang meyebutnya Arek.
Peh, Wongkediri Ndaa.. ^_^
sumber http://www.jelajahbudaya.com/kabar-budaya/tahu-takwa-kuliner-khas-kota-santri.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar